Sabtu, 30 Juli 2011

KRL

karena gua railfans dari daerah yang nyetrum nyetrum alias daerah kekuasaan KCJ alias KRL Commuter Jabodetabek alias Kereta Rel Listrik yang ada di lintas BOO gua akan share hasil hunting gua ke lu semua...

 yang ini KAIS Rail One
 yang ini TM 05-108 di stasiun bogor
 yang ini pada saat di Depo Bogor

 Rheos memasuki depo bogor
 KLB NR merupaka kereta penolong memasuki Depo Bogor
yang ini KLB 8008 Trial Run memasuki stasiun Bogor

Kamis, 28 Juli 2011

Sejarah Kereta Api

  • Awal Mula Sejarah Kereta Api 
  • NAMA Lawang Sewu memang tak asing lagi bagi warga Kota Semarang. Bangunan bersejarah tersebut merupakan salah satu tetenger kota, selain Tugu Muda, Museum Mandala Bhakti, Pasar Bulu, dan Balai Kota..
  • Namun Lawang Sewu tak hanya terkait dengan peristiwa heroik pertempuran lima hari. Lebih dari itu, bangunan unik tersebut tak bisa terlepas dari sejarah perkeretapian di Indonesia. Menurut rangkuman sejarah yang disusun PT KA, semula Lawang Sewu milik NV Nederlandsch Indische Spoorweg Mastshappij (NIS), yang merupakan cikal bakal perkeretapian di Indonesia. Saat itu ibu kota negeri jajahan ini memang berada di Jakarta. Namun pembangunan kereta api dimulai di Semarang..
  • Jalur pertama yang dilayani saat itu adalah Semarang – Yogyakarta. Pembangunan jalur itu dimulai 17 Juni 1864, ditandai dengan pencangkulan pertama oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Sloet van Den Beele. Tiga tahun kemudian, yaitu 19 Juli 1868 kereta api yang mengangkut penumpang umum sudah melayani jalur sejauh 25 km dari Semarang ke Tanggung..
  • Butuh Kantor.
  • Dengan beroperasinya jalur tersebut, NIS membutuhkan kantor untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administratif. Lokasi yang dipilih kemudian adalah di ujung Jalan Bojong (kini Jalan Pemuda). Lokasi itu merupakan perempatan Jalan Pandanaran, Jalan Dr Soetomo, dan Jalan Siliwangi (kini Jalan Soegijapranata)..
  • Saat itu arsitek yang mendapat kepercayaan untuk membuat desain adalah Ir P de Rieau. Ada beberapa cetak biru bangunan itu, antara lain A 387 Ned. Ind. Spooweg Maatschappij yang dibuat Februari 1902, A 388 E Idem Lengtedoorsnede bulan September 1902, dan A 541 NISM Semarang Voorgevel Langevlenel yang dibuat tahun 1903. Ketiga cetak biru tersebut dibuat di Amsterdam. Namun sampai Sloet Van Den Beele meninggal, pembangunan gedung itu belum dimulai. Pemerintah Belanda kemudian menunjuk Prof Jacob K Klinkhamer di Delft dan BJ Oudang untuk membangun gedung NIS di Semarang dengan mengacu arsitektur gaya Belanda..
  • Lokasi yang dipilih adalah lahan seluas 18.232 meter persegi di ujung Jalan Bojong, berdekatan dengan Jalan Pandanaran dan Jalan Dr Soetomo. Tampaknya posisi itu kemudian mengilhami dua arsitektur dari Belanda tersebut untuk membuat gedung bersayap, terdiri atas gedung induk, sayap kiri, dan sayap kanan..
  • Diurug Pasir.
  • Sebelum pembangunan dilakukan, calon lokasi gedung tersebut dikeruk sedalam 4 meter. Selanjutnya galian itu diurug dengan pasir vulkanik yang diambil dari Gunung Merapi. Pondasi pertama dibuat 27 Februari 1904 dengan konstruksi beton berat dan di atasnya kemudian didirikan sebuah dinding dari batu belah. Semua material penting didatangkan dari Eropa, kecuali batu bata, batu gunung, dan kayu jati..
  • Setiap hari ratusan orang pribumi menggarap gedung ini. Lawang Sewu resmi digunakan tanggal 1 Juli 1907. Dalam perkembangannya, Lawang Sewu juga terkait dengan sejarah pertempuran lima hari di Semarang yang terpusat di kawasan proliman (Simpanglima) yang saat ini dikenal sebagai Tugu Muda. Pada peristiwa bersejarah yang terjadi 14 Agustus 1945 – 19 Agustus 1945 itu, gugur puluhan Angkatan Muda Kereta Api (AMKA). Lima di antaranya dimakamkan di halaman depan Lawang Sewu. Mereka adalah Noersam, Salamoen, Roesman, RM Soetardjo, dan RM Moenardi. Kereta api kemudian menyerahkan halaman depan seluas 3.542,40 meter persegi pada Pemda Kodya Semarang. Sedangkan makam lima jenasah di halaman itu, 2 Juli 1975 dipindah ke Taman Makam.
  • Pahlawan Giri Tunggal dengan Inspektur Upacara Gubernur Jateng Soepardjo Roestam. Kini lahan gedung Lawang Sewu tinggal 14.689,60 meter per segi. Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh sebuah perusahaan swasta NV. Nederlandsch Indische Spoorweg Mij (NISM), tahun 1864. Jalur kereta api pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung, Semarang, sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den Beele. Tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum Semarang-Solo- Yogyakarta.

    Tanggal 10 April 1869 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen (SS) dan membangun lintasan Batavia-Bogor. Tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke
    kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api. Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1 Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886.
    Pada masa pemerintahan Hindi Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemeriontah, sudah ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera. Perusahaan-perusahaan kereta api swasata pada masa penajajahan adalah:
    • NV. Nederlandsch Indische Spoorweg Mij.
    • NV. Semarang Cheribon Spoorweg Mij.
    • NV. Joana Stoomtram Mij..
    • NV. Serajoe Dal Stoomtram Mij.
    • NV. Oost Java Stoomtram Mij.
    • NV. Kediri Stoomtram Mij.
    • NV. Modjokerto Stoomtram Mij.
    • NV. Malang Stoomtram Mij.
    • NV. Paasuruan Stoomtram Mij.
    • NV. Probolonggo Stoomtram Mij.
    • NV. Madoera Stoomtram Mij.
    • NV. Deli Spoorweg Mij.


Majas

yaa, kali ini saya akan berbagi berbagai macam majas yang selalu kita pelajari di pelajaran Bahasa Indonesia :D


MAJAS PERBANDINGAN
1.     Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2.     Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3.     Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4.     Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5.     Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6.     Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
7.     Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8.     Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9.     Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10.   Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11.   Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12.   Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13.   Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
14.   Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15.   Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16.   Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17.   Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18.   Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19.   Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20.   Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21.   Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22.   Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23.   Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
24.   Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Majas sindiran
1.     Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2.     Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
3.     Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4.     Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5.     Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
1.     Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2.     Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3.     Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4.     Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5.     Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6.     Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7.     Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8.     Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9.     Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10.   Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11.   Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12.   Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13.   Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14.   Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15.   Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16.   Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17.   Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18.   Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19.   Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20.   Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21.   Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22.   Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23.   Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24.   Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25.   Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu
26.    
27.   Majas pertentangan
1.     Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2.     Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
3.     Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4.     Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5.     Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.

Pengikut